from STIC

Hubungan yang harmonis adalah dambaan setiap keluarga di dunia ini. Untuk itu komunikasi yang baik antaranggota keluarga merupakan hal yang utama. Tampa itu keluarga idaman yang bahagia niscaya hanya angan hampa belaka.

Hal itu turut dimaklumi sekelompok remaja kota Medan saat membentuk klub motor bernama Suzuki Thunder independent Club yang disingkat STiC sekitar Juni 2008 silam. Tidak seperti klub motor kebanyakan, STiC sangat kompromi dalam menerapkan aturan untuk anggotanya.

Menurut Irving Tobing, anggota STiC yang paling agresif, penerapan aturan yang ringan ini membuat anggota merasa nyaman. Ajang kopi darat (Kopda)n
pun menjadi satu even yang ditunggu-tunggu seluruh anggota StiC. “Beda nya karena pada prinsipnya kan ini klub hobi semata hanya untuk melepas penat, fun lah. Masa kita jejali dengan peraturan ketat segala. Kayak militer donk,” ucapnya.
Pembentukan STiC ini sendiri, lanjut pria yang lebih senang dipanggil Tobing ini, berawal dari pengalaman seluruh anggota yang sempat tergabung dalam satu klub motor pabrikan Suzuki ini. Namun selama menjadi anggota, mereka justru tidak merasakan kenyamanan. Bahkan keinginan untuk berkreasi terasa sulit diwujudkan. “Karena sudah seperti itu otomoatis kita merasa tidak cocok lagi. Maka kita sepakat untuk melahirkan klub ini dengan jargon: “Biar Sombong Tapi Ga Munafik,” bebernya.

Ucapan di atas pun bukan hanya susunan huruf belaka yang tak punya makna. Seperti halnya anggota STiC tidak pernah mengklaim sebagai anggota klub paling brotherhood juga klub paling aktif. Mereka cenderung mengutamakan aksi di lapangan. Prinsip lebih kepada tindakan ini membuat STiC disenangi klub motor lainnya.

“Banyak banget tamu-tamu dari luar kota yang singgah di Medan ini jadi malas pulang setelah bertemu kami. Padahal kami sombong-sombong,” ujar Om Ving, sebutan Tobing di komunitas STiC.

Begitu juga untuk anggota STiC sendiri. Kebebasan yang dirasakan membuat setiap kegiatan yang digelar selalu dinantikan. Untuk Kopdar yang menjadi agenda tetap STiC selalu meriah dengan kehadiran seluruh anggotanya.

“Iya bener bang,” timpal koordinator STiC, Dedi. “Kami ga pernah maksa anggota harus ikut Kopdar. Semuanya kesadaran masing-masing ajalah,” tambahnya lagi.

Kepercayaan kepada seluruh anggota ini pun mendapat respek positif. Sekalipun memiliki profesi dengan kesibukan yang berbeda, anggota STiC selalu menyempatkan diri untuk kumpul. “Rasanya kurang etis kalau tidak bisa gabung sekalipun hanya sebentar,” tambah Tobing yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta ini.

Keharmonisan dari STiC ini pun dapat dilihat dari lokasi yang dipilih untuk Kopdar. Bukan sebuah tempat yang penuh dengan hingar bingar klub motor seperti di lapangan Merdeka setiap sabtu malam, tapi sebuah tempat yang bermasyarakat. Ya, klub ini dapat ditemui di salah satu sajian Mie Aceh Jalan Setia Budi Medan atau lebih dikenal dengan Titi Bobrok.

“Ntar dekat lampu merah tepatnya di depan gerbang SD Negeri tuh, tiap malam Sabtu pasti dah nongol Thunder Mania di sana,” jelasnya.

Sebagai mahluk sosial, STiC juga tak pernah lupa dengan lingkungannya. Kegiatan sosial pun kerap digelar sebagai wujud kepedulian dengan sesama. Seperti menyantuni anak-anak di panti asuhan dan membantu korban kebakaran Jalan Mangkubumi tahun silam. Bahkan mereka bersama dengan SMC 9 Suzuki Motor Cycle Club merupakan klub otomotif pertama yang menggelar bakti sosial di sana. “Eit, jangan silap bang, bro Dewo ini juga ikutan audisi The Master loh kemaren,” kata Mudhy sang kreator milist STiC di internet.

Kebanggaan anggota StiC Medan ini adalah saat menerima STiC Banda Aceh yang ingin ikut membentuk STiC dan bergabung dalam management yang sama. “Saat ini kami emang banyak yang vakum untuk Kopdar karena kesibukan masing-masing, namun komunikasi kami ga pernah putus kog’karena tiap malam kami nongkrong di warkop STiC di daerah harapan sana bang,” tukas putra, anggota StiC lainnya.

Diakhir tanya jawab, anak-anak STiC yang mengklaim rada banyol dan konyol ini cuma berpesan, “Jangan pernah ngaku paling brotherhood kalo hanya di mulut…. Kita ga suka orang munafik”. (*)